LINTASNUSANTARA.NEWS || Jakarta. Kejagung menyatakan bahwa tuntutan uang pengganti Rp4,57 triliun terhadap Suparta masih dapat diproses secara hukum meskipun ia telah meninggal dunia dengan menempuh jalur perdata. Suparta adalah terdakwa kasus korupsi tata niaga timah.

“Apabila terdakwa meninggal dunia, maka status pidananya gugur, sebagaimana ketentuan Pasal 77 KUHP. Tapi gugurnya pidana tidak otomatis menghapus tanggung jawab perdata, termasuk pembayaran uang pengganti,” jelas Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (30/4), dilansir pikiranrakyat.com.
Berdasarkan pasal 34 UU Nomor 31/1999, JPU akan melanjutkan pemberkasan perkara kerugian negara kepada JPN (Jaksa Pengacara Negara) untuk diproses lebih lanjut melalui gugatan perdata terhadap ahli waris.
“Diarahkan ke ahli waris. Di aturan seperti itu, tapi prosesnya akan dikaji lebih dahulu oleh penuntut umum,” ujarnya.Suparta, adalah mantan Dirut PT Refined Bangka Tin (RBT), sebelum dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi timah yang melibatkan IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT Timah TBK periode 2015-2022.
Ia dinyatakan bersalah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun.
Majelis Hakim Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis kepadanya 8 tahun penjara, denda Rp1 miliar dengan subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp4,57 triliun.
Namun pada bulan Februari 2025, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan banding Jaksa dan memperberat hukumanya menjadi 19 tahun penjara, subsider untuk uang pengganti juga dinaikkan menjadi 10 tahun penjara jika tidak dibayar.(LNNews).